Kamis, 10 Februari 2011

MSG : Tidak berbahaya

Saya mungkin bisa dibilang sebagai ibu ‘gila’ yang berani memasukkan MSG ke dalam masakan yang akan dikonsumsi anaknya, sedangkan ibu yang ‘baik’ yang ‘mengerti kesehatan anaknya’ pantang membubuhkan barang ‘ terlarang’ tersebut. Tidak, saya tidak bermaksud meracuni anak saya. SAya hanya ingin ‘out of the book’ dan membahagiakan anak-anak dengan sensasi rasa umami itu. Terlepas dari kontroversi tentang bahaya MSG, saya yakin MSG tak berbahaya. Maaf, bukannya saya mendukung ‘makanan tak sehat’. Tapi saya hanya menyoroti MSG dan hanya menyingkap isi logika saya. Ada beberapa hal yang menyebabkan saya yakin itu.
1. Monosodium Glutamat (Mono natrium glutamat) adalah bentuk garam dari asam glutamat, salah satu asam amino yang ada dan dibutuhkan oleh tubuh kita. Satu unsur hidrogen (dari gugus –OH) tergantikan oleh Natrium. Intinya, toksisitasnya ada di unsur mana ? Natrium, lebih banyak dikonsumsi melalui garam biasa. Lalu, multivitamin yang katanya bisa mencerdaskan anak dan banyak digunakan ibu ‘yang sayang anaknya’, notabene mencantumkan asam glutamat pada komposisinya. Di dalam tubuh, bentuk garam ini (MSG) akan terhidrolisa, dan membebaskan glutamatnya. Hmm.. lalu, apa bedanya antara MSG dengan multivitamin itu ?
2. Rasa gurih (umami) pada makanan disebabkan kandungan glutamat bebasnya. Semakin banyak kandungan glutamat bebas, semakin gurih. Protein dari daging (sapi/ayam) dapat pula membebaskan glutamat tersebut. Itulah alasan reasonable mengapa kaldu itu gurih. Jadi ketika ada bahan penyedap mengklaim tanpa MSG, menurut pendapat saya tidak tepat. Karena nanti ia akan mengeluarkan Glutamat bebasnya. Mungkin bedanya, ia tidak dalam bentuk garamnya. Nonsense jika ia bisa menimbulkan rasa umami tanpa glutamat.
3. Teman yang lain berpendapat bahwa MSG yang merupakan produk sintesis tidak bisa disamakan dengan asam glutamat alami yang diperoleh dari makanan lain. Hmmm, terus terang, menurut saya, ketika suatu senyawa masuk ke dalam tubuh kita, tubuh kita sudah tidak dapat memilah apakah senyawa tersebut produk alami atau senyawa kimia sintesis. Yang tubuh lihat adalah struktur kimia yang sama, sehingga ia bisa berinteraksi dengan reseptor dalam tubuh kita. Sebagai perbandingan, obat yang dirancang dapat menempati reseptor histamin dan menghalangi histamin endogen, dapat menghambat kerja histamin. Padahal dari segi struktur tidak sama, namun lock and key-nya cocok. Apalagi jika itu senyawa yang sama (tak peduli proses pembuatannya seperti apa). Mungkin yang harus diperhatikan adalah zat tambahannya.
4. Pemberian gula pasir yang digabung dengan garam akan memberikan rasa gurih pada makanan. Kenapa ? Bahan dasar pembuatan MSG adalah harus dari bahan yang kaya karbohidrat. Salah satunya adalah tetes tebu (produk samping dari pembuatan gula). Melalui proses fermentasi (disinilah yang memerlukan enzim- yang jadi halal/ haramnya), terbentuk glutamat. Menurut pikiran saya, gula pasir kaya akan karbohidrat yang melalui reaksi biokimia (melalui asetil co-A) dapat dimetabolisme menjadi asam amino, salah satunya glutamat. Natrium dari garam sama halnya dengan natrium dari MSG.
5. Percobaan yang dilakukan terhadap tikus menunjukkan ada bahaya letal dan karsinogenik dari MSG. Dosis yang diberikan dosis besar (apalagi jika dikonversi ke manusia), diberikan iv. Ah, satu – dua sendok dalam makanan yang notabene kemudian terencerkan, dikonsumsi oleh seisi rumah, dan dimetabolisme lagi dalam sistem pencernaan masing-masing, sepertinya tidak akan mencapai lethal dose atau karsinogenik. (Saya katakan, sepertinya karena saya tidak mengkalkulasi secara tepat hal ini.)
Karena saya merasa ada keterbatasan ilmu, dan masih penasaran, saya akhirnya googling. Tenyata banyak yang mengungkap bahaya MSG (sebagian besar adalah pengalaman), namun tak sedikit juga yang mengatakan aman. Kontroversi. Dalam hal ini, bukannya saya ingin pembenaran atas tindakan saya, namun saya timbang, sepertinya yang menilai aman (dengan batas tertentu) lebih reasonable. Wallahu ‘alam bisawwab.
Seperti halnya saya yang tetap memberi MSG, orang lain boleh berpegang teguh pada prinsip-nya melarang masukan MSG pada anaknya. Setidaknya, dengan alasan yang didasari keilmuan yang saya miliki (mohon maaf jika masih sedikit ilmu yang saya miliki, sehingga pemikirannya masih terbatas), saya bisa membuktikan bahwa saya bukan ibu ‘gila’ yang ‘tak sayang’ pada anaknya….
Oh ya, sebagai hasil googling saya, rasanya situs ini bisa merangkum keseluruhan info tentang MSG. Walau mungkin terlihat mendukung opini saya (tapi siapa tahu memang realitanya begitu ?). Boleh anda klik http://id.wikipedia.org/wiki/Mononatrium_glutamat
(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar