Jumat, 11 Februari 2011

Mungkinkah ASI bebas dari E. sakazakii ?

Minggu-minggu ini publik terutama para ibu dihebohkan dengan kembali diblow-upnya riset tahun 2008 yang menemukan kontaminasi bakteri E. sakazakii dalam susu formula (sufor). Meski ini merupakan hal yang patut diwaspadai, tapi seyogyanya jangan pula memancing kepanikan massal. Beruntunglah para ibu yang memiliki akses informasi yang luas (tidak hanya dari TV yang hanya memblow-up bahayanya, tanpa memberi informasi yang lengkap tentang bakteri tersebut.)
Bakteri ini dapat menyebabkan radang selaput otak dan radang usus pada bayi. Kelompok bayi yang memiliki resiko tertinggi terinfeksi E. sakazakii yaitu neonatus (baru lahir hingga umur 28 hari), bayi dengan gangguan sistem tubuh, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), bayi prematur, dan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Enterobacter sp. merupakan patogen nosokomial yang menjadi penyebab berbagai macam infeksi termasuk bakteremia, infeksi saluran pernapasan bagian bawah, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih, infeksi dalam perut, radang jantung, radang sendi, osteomyelitis, dan infeksi mata.
Dalam hal ini jelas, ada beberapa faktor resiko infeksi pada bayi-bayi tertentu.
Enterobacter sakazakii sebenarnya bukan merupakan mikroorganisme normal pada saluran pencernaan hewan dan manusia, sehingga disinyalir bahwa tanah, air, sayuran, tikus dan lalat merupakan sumber infeksi. Enterobacter sakazakii dapat ditemukan di beberapa lingkungan industri makanan (pabrik susu, coklat, kentang, sereal, dan pasta), lingkungan berair, sedimen tanah yang lembab. Dalam beberapa bahan makanan yang potensi terkontaminasi E. sakazakii antara lain keju, sosis, daging cincang awetan, sayuran, dan susu bubuk.
Dari hal ini jelas, E.sakazakii tidak hanya bisa mengkontaminasi sufor. Lingkungan yang tercemar bisa jadi sumber penyebaran. Dan kontaminasinya bisa pada semua bentuk makanan yang disiapkan di sekitar lingkungan tersebut. Lingkungan dan proses penyiapan makanan yang tidak higienis juga bisa jadi sumber kontaminasi bakteri ini (dan bakteri lain, tentunya)
E. sakazakii hidup normal pada temperatur 37-44°C, beberapa yang telah resisten dapat hidup sekitar 50 – 60°C. Jadi, proses pasteurisasi (pemanasan di atas 60°C) seharusnya sudah mematikan bakteri ini. Pencegahan kontaminasi bakteri ini bisa dilakukan dengan memperhatikan kondisi optimum bakteri tersebut untuk hidup. Misalnya dengan menyeduh susu dengan air hangat (>60°C.
Di sisi lain, kejadian ini juga dijadikan kesempatan untuk kembali menggiatkan pemberian ASI. Suatu hal yang sangat positif. Tapi, apakah ASI juga terjamin bebas dari bakteri ? Inilah yang disayangkan, banyak anjuran pemberian ASI atau menyimpan ASI bagi ibu bekerja, namun sedikit yang memberitahu bagaimana perlakuan yang higienis. Jika si ibu memandang ASI bebas bakteri lalu dengan seenaknya mengeluarkan ASI di sembarang tempat (toilet, misalnya, karena keterbatasan tempat) tanpa mencuci tangan dan wadah yang digunakan tidak steril, apakah ASI tersebut masih tergolong sehat ? Belum lagi suhu penyimpanan yang tidak tepat. Tidak hanya bakteri E. sakazakii, bakteri lain pun mudah tumbuh dan berkembang. Sehingga tanpa sadar, ybs. telah meracuni anaknya dengan ASI nya sendiri.
Oleh karena itu, tidak hanya semangat untuk memberikan ASI saja yang harus dipupuk, melainkan menjaga higienitas saat menyiapkan dan memberikan ASI pun harus terinformasikan dengan jelas.
Nah, kalau yang satu ini, Pe-er siapa ya ? :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar