Jumat, 11 Februari 2011

Tahu dan Formalin : tidak berbahaya

Kontroversi tentang penggunaan formalin dalam bahan makanan masih sering diungkap dalam media. Hal ini membuat saya mengangkat kasus tersebut dan meminta mahasiswa saya (Kuliah Mikrobiologi-D3-Farmasi-T.A 2009/2010-angkatan 2008) untuk melakukan studi literatur dan analisa bahaya sebenarnya. Apakah memang benar berbahaya ? atau hanya paranoid berlebih ?
Berikut ini sedikit ringkasan hasil analisis mereka :
Seperti kita ketahui, tahu bersifat mudah rusak (busuk). Disimpan pada kondisi biasa (suhu ruang) daya tahannya rata-rata 1-2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut rasanya menjadi asam lalu berangsur-angsur busuk, sehingga tidak layak dikonsumsi lagi. Akibatnya banyak usaha yang dilakukan produsen tahu untuk mengawetkannya, termasuk meng-gunakan bahan pengawet yang dilarang, misalnya formalin.
Penyebab mengapa tahu mudah rusak adalah kadar air dan protein tahu tinggi, masing-masing 86% dan 8-12%. Disamping kandungan lemak 4,8% dan karbohidrat 1,6%. Kondisi ini mudah mengundang tumbuhnya jasad renik pembusuk, terutama bakteri.
Dengan maraknya penggunaan formalin sebagai pengawet tahu, maka dirasakan perlu untuk mencari alternatif lain yang aman untuk mengawetkan tahu. Cara mengawetkan tahu dengan cara yang aman, mudah dan murah perlu diketahui oleh masyarakat luas. Disamping itu diperlukan juga pengetahuan tentang cara memilih dan menyimpan tahu yang baik.
Seperti halnya bahan pangan yang lain, tahu akan menjadi awet sampai seminggu atau lebih jika direndam dalam larutan formalin, tanpa perlu disimpan di lemari es. Tahu akan menyerap formalin, dan formalin itu tidak hilang setelah tahu digoreng atau direbus. Tahu yang telah direndam dengan formalin teksturnya menjadi kompak dan keras. Kadar airnya lebih sedikit. Adanya formalin dalam tahu, selain dapat dilihat dari teksturnya yang menjadi keras, juga dapat diketahui dari baunya.
Meskipun dilarang, kemungkinan penggunaan formalin sebagai pengawet tahu oleh orang yang tak bertanggung jawab selalu ada. Untuk mengetahui apakah tahu diawetkan dengan formalin atau tidak, caranya mudah saja. Jika membeli tahu, periksalah apakah ada bau aneh yang berbeda dengan aroma tahu biasa (yaitu bau khas atau langu dari kedelai). Periksa juga apakah tahu lebih kompak atau keras dari tahu yang biasa kita kenal. Tahu yang pernah direndam dengan formalin, kurang berair dibanding tahu biasa.
Di laboratorium, pemeriksaaan adanya formalin dalam tahu secara kimiawi, dapat dilakukan dengan mudah.

FORMALIN PADA MAKANAN TIDAK BAHAYA

Kandungan formalin pada bahan makanan ternyata tidak akan menimbulkan efek negatif bagi manusia. Termasuk kandungan formalin yang terdapat pada mie basah, ikan segar, tahu, dan ikan asin. Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie. Selain itu, formalin yang masuk ke tubuh manusia akan diurai dalam waktu 1,5 menit menjadi CO2.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD), Dr. Yuswanto menjelaskan, berdasarkan penelitian yang dilakukan pihaknya pada tahun 2002, kandungan formalin pada mie basah di pasar Jogja sekitar 20 mg/kg mie. Kadar itu belum secara signifikan menimbulkan toksifikasi bagi tubuh manusia.
"Penelitian WHO menyebutkan kadar formalin baru akan menimbulkan toksifikasi atau pengaruh negatif jika mencapai 6 gram," Sebenarnya proses alam juga menghasilkan zat formalin yang selanjutnya terserap oleh sayur-sayuran, buah dan daging hewan.
Dikatakan, buah-buahan dan sayuran juga mengandung zat formalin sebagai hasil proses biologis alami. Alam sebenarnya menghasilkan zat formalin yang diserap oleh tumbuhan dan hewan. Daging sapi mengandung formalin kira-kira 30 mg, dan kerang laut mengandung formalin 100 mg per kg. Tapi itu formalin yang dihasilkan dari proses alami.
Para peternak sengaja membubuhkan formalin dalam makanan ternaknya. Makanan ternak diberi kandungan formalin sebesar 660 mg/kg. Tujuannya untuk membunuh bakteri. Keberadaan formalin tidak mengakibatkan keracunan hewan ternak.
Akan tetapi, kandungan formalin baru akan menimbulkan bahaya jika dihirup oleh alat pernapasan. Jika hanya dicerna alat pencernaan, tidak akan menimbulkan risiko negatif. Pemakaian formalin hanya merugikan kalangan peternak. Ketika mereka menghirup formalin lewat alat pernapasan, berpotensi menimbulkan kanker paru-paru.
Dapat disimpulkan bahwa ada kesalahan informasi di masyarakat tentang bahaya formalin di tahu, mie basah, ikan segar, dan ikan asin. Sebenarnya, ketika formalin masuk melalui alat pencernaan, tidak akan berpengaruh negatif.
Kondisi itu akan berbeda jika secara terus menerus formalin masuk melalui alat pernafasan, maka dikhawatirkan akan menyebabkan kanker paru-paru. Perokok juga berpotensi menghirup formalin dari setiap batang rokok yang dikonsumsinya. Ketika setiap hari menghisap 20 batang rokok, sama saja setiap hari menghirup 10 mg formalin.
Kenapa formalin di makanan tidak berbahaya? Proses metabolisme formalin yang masuk ke tubuh manusia sangat cepat. Tubuh manusia akan mengubah formalin menjadi CO2 dan air seni dalam waktu 1,5 menit.
Secara alami, setiap liter darah manusia mengandung formalin 3 mililiter. Sedangkan formalin yang masuk bersama makanan akan didegradasi menjadi CO2 dan dibuang melalui alat pernapasan. Jadi, meski formalin dikonsumsi dalam jangka waktu yang cukup lama, tidak akan terjadi proses akumulasi dan menyebabkan toksifikasi.
Informasi yang berkembang di masyarakat salah kaprah. Sebab, baru dalam dosis besar yakni sekitar 6 gram, formalin akan memunculkan efek negatif bagi tubuh manusia. Lagi-lagi yang dirugikan masyarakat kecil. Penjual mie basah, tahu, dan ikan asin dirugikan. Seharusnya, kita berpegang pada hasil penelitian yang akurat. Pemerintah harus segera mengambil sikap atas kekacauan ini. Kasihan pedagang kecil.
Reference yang mereka gunakan :
1.Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
2.Undang-Undang No.7/1996 tentang Pangan dan UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3.Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999.
4.Koswara, Sutrisno, Ir. MSi., Mengawetkan Tahu Tanpa Formalin, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
5.Tan Hoan Tjay, Drs. dan Kirana Rahardja, Drs,. Obat-Obat Penting - Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya - edisi VI, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. 2008
6.BULETIN CP. NO.73 TAHUN VII – JANUARI 2006
7.RADAR JOGJA - Minggu, 08 Jan 2006
8.http://id.wikipedia.org/formaldehida

Nah, satu hasil pemikiran yang out of the box lagi kan ? hehehe...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar